Sejak ku mulai mengenal dia, hubunganku dengannya kian dekat. Berbicara tentang kehidupan, pengalaman, dan masih banyak lagi kami lakukan bersama, ku sangat bahagia mengenalnya, dan ku harap dia pun demikian.
Dua minggu berlalu, ku mengikuti salah satu kegiatan pelatihan di himpunan kampusku. Kegiatan itu berlangsung tiga hari dua malam lamanya. Dia pria bertopi menyempatkan waktu untuk mengunjungiku sekaligus mengetahui kabarku, ku senang dia begitu peratian denganku.
Di malam pertama dia datang, karena tidak enak dengan peserta pelatihan lainnya ku dan dia hanya ngobrol didepan. Ngobrol santai, melihat bintang, menikmati angin malam bersama dia. Senangnya..
Tiga puluh menit berlalu, suasana mulai hening, tanpa sadar kepalaku sudah bersandar di bahunya lima menit yang lalu, nyaman rasanya. Perlahan ku mulai menceritakan masa laluku dan kulihat wajahnya yang mengikuti tiap aliran-aliran ceritaku padanya. Aku pun mengangkat kepalaku dari bahunya, dia menampakkan wajah yang mulai membuatku bingung. Ahh, ku harus menanyakan ada apa dengannya.
“kakak kenapa?”, “tidak kenapa-kenapa dek” jawabnya. Aku pun mulai memaksanya untuk meceritakan ada apa sebenarnya. Aku pun mulai curiga, apa yang ku alami mungkin dia juga mengalaminya. Ku mainkan sebuah lagu dari music player handphoneku, Diary Depresiku, Last Child. Tampak kesedihan yang amat dalam dari wajahnya, dan ternyata benar dugaanku, apa yang ku alami dia pun mengalaminya, ahhh!!!!
Ingin rasanya ku memeluk dirinya, membuat dirinya lebih tenang, tapi ku tersadar ku bukan siapa-siapa dia. Andai tuhan memberikanku kesempatan untuk menemani dia dalam masalahnya, ku tak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan itu.
Mencoba mencairkan suasana, ku pun membuat satu lelucon dan dia pun tersenyum. Kami pun kembali bercerita, membahas pengalaman awal perkenalan kita. Lucu rasanya jika harus mengingat hal itu.
Waktu menunjukkan pukul 04.30 pagi, sudah hampir tiga jam dia berada disini menemaniku. Dia memutuskan untuk beranjak dari tempat itu. Tanganku mulai digenggam dengan eratnya akupun melemparkan senyum manis padanya. Dia pun melepaskan genggamannya, “bye adek”, byebye kak” jawabku.
To be continued ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar